20 Juni 2025

Kebebasan Mahasiswa UST Dibatasi, Alumni MMU Serukan Kembali ke Ajaran Tamansiswa

Yogyakarta , MEInd TV (19 Juni 2025) - Lembaga kemahasiswaan di Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST), yang seharusnya menjadi inkubator pemikiran kritis dan politik kampus, kini dinilai kehilangan ruh perjuangannya. Kebebasan berpendapat, berpikir, dan berkegiatan yang seharusnya dijamin oleh konstitusi, justru terkungkung oleh tekanan birokrasi kampus. Hal ini terungkap dalam dialog terbuka bertajuk "Refleksi Gerakan Mahasiswa: Dari Tamansiswa untuk Indonesia", yang digelar oleh sekelompok mahasiswa lintas angkatan dan menghadirkan dua mantan Ketua MMU (Majelis Mahasiswa Universitas), Indria Febriansyah (2010–2012) dan Dino (2018).

Dalam dialog tersebut, Indria Febriansyah dengan tegas menyuarakan kekecewaannya atas kondisi lembaga mahasiswa di UST saat ini. Ia menilai bahwa lembaga mahasiswa yang seharusnya menjadi wadah perjuangan kepentingan mahasiswa, kini justru menjadi perpanjangan tangan birokrasi. 
 "Lembaga mahasiswa adalah inkubator politik kampus. Mereka harusnya bebas, merdeka, dan mampu menjadi corong kepentingan mahasiswa serta rakyat. Tapi hari ini, di UST, lembaga mahasiswa dipaksa tunduk. Mereka diintimidasi, ruang geraknya dipersempit, hingga kehilangan keberanian untuk bersuara. Ini bukan hanya kemunduran demokrasi kampus, tapi juga penghianatan terhadap ajaran Ki Hadjar Dewantara," tegas Indria dalam forum tersebut. Lebih lanjut, Indria menyinggung filosofi pendidikan Tamansiswa yang menempatkan peserta didik sebagai subjek utama. 
Dalam pandangannya, kondisi terkini UST justru bertolak belakang dengan prinsip dasar pendidikan yang diajarkan Ki Hadjar Dewantara.
 "Ki Hadjar mengajarkan bahwa anak didik itu merdeka. Opor bebek mateng seko awaké déwé. Artinya, anak didik harus dibebaskan untuk tumbuh dan berkembang dari potensi dirinya sendiri. Pamong — dalam hal ini birokrasi kampus — mestinya menghamba kepada anak didik, bukan sebaliknya. Ketika hari ini lembaga mahasiswa dibatasi, dikekang, bahkan ditakuti, itu berarti kampus sedang mundur dari nilai-nilai Tamansiswa," lanjut Indria. Sementara itu, Dino, Ketua MMU periode 2018, turut mengulas sejarah gerakan mahasiswa di UST. 

Ia menyoroti bagaimana lembaga mahasiswa, MMU, pernah memainkan peran strategis dalam pengawalan kebijakan kampus dan isu-isu nasional. Namun, kondisi itu kini dinilainya telah berubah drastis. "Dulu, lembaga mahasiswa punya keberanian, mereka bicara soal UKT, soal fasilitas kampus, bahkan soal kebijakan nasional. Tapi sekarang, suara-suara kritis itu nyaris hilang. Banyak yang takut, bukan karena tak peduli, tapi karena ruangnya ditutup rapat. Banyak kader lembaga diperingatkan, bahkan diancam secara administratif. Ini alarm bahaya bagi demokrasi kampus," ungkap Dino. Keresehan serupa juga disampaikan oleh Presiden Mahasiswa UST saat ini, Ain Dadong. Dalam pernyataannya, Ain mengungkap bahwa upaya mahasiswa untuk menjalankan fungsi kontrol terhadap kebijakan kampus kerap dijegal secara halus namun sistematis. "Kami mencoba mengkritisi kebijakan kampus terkait transparansi anggaran dan sistem birokrasi yang sentralistik. Tapi yang kami terima justru intimidasi terselubung — mulai dari pemotongan anggaran kegiatan, pembatasan akses fasilitas kampus, sampai pelabelan negatif terhadap pengurus. Ini membuat banyak pengurus lembaga gamang: berbicara artinya berisiko, diam artinya mengkhianati amanah mahasiswa," ujar Ain. 

Ia juga menekankan bahwa ajaran Tamansiswa seharusnya menjadi landasan etis dalam membina mahasiswa sebagai subjek yang merdeka dalam berpikir dan bertindak, bukan sebagai objek yang dikontrol penuh oleh birokrasi. Dialog ini menjadi momentum reflektif yang penting bagi mahasiswa UST untuk meninjau kembali arah gerakan mahasiswa di lingkungan kampus. 
Terutama dalam konteks menjaga integritas lembaga mahasiswa sebagai benteng terakhir kebebasan akademik dan agen perubahan sosial. Acara ini ditutup dengan seruan untuk menghidupkan kembali semangat kedaulatan mahasiswa dan menolak segala bentuk pembungkaman.
Beberapa peserta diskusi juga menyuarakan pentingnya konsolidasi antar-angkatan dan alumni untuk mengawal demokratisasi kampus secara berkelanjutan.(Red) 

Editor: HR Oen

Tidak ada komentar: