Hal itu diungkapkan oleh Ketua Harian Dewan Pimpinan Nasional (DPN) LIDIK KRIMSUS RI, M. Rodhi Irfanto, SH, pada Kamis, 17/4. Menyebut praktik pemalsuan oli ini telah merugikan negara, konsumen, dan BUMN seperti Pertamina secara masif.
“ Ini bukan hanya soal pemalsuan merek. Ini kejahatan terstruktur yang melanggar Undang-Undang Merek, Undang-Undang Perlindungan Konsumen, hingga Undang-Undang Perpajakan,” tegas Rodhi.
Ia mengungkapkan bahwa nilai transaksi ilegal dari peredaran oli palsu ini diperkirakan mencapai Rp 85 miliar setiap bulan. Hal ini berarti potensi penggelapan pajak yang terjadi juga sangat signifikan.
LIDIK KRIMSUS RI menuntut agar Polda Kalbar menyelidiki kasus ini secara menyeluruh, mulai dari impor ilegal, lokasi pengemasan ulang, hingga ke para pengecer.
Mereka juga menduga ada oknum yang terlibat dalam melindungi praktik ilegal ini.
" Kami khawatir ada dugaan pembiaran atau intervensi dalam penanganan kasus ini. Padahal kerugiannya sudah lintas sektor: negara kehilangan pendapatan, konsumen dirugikan secara kualitas, dan reputasi BUMN rusak,” tegasnya.
Jika Polda Kalbar tidak segera mengambil langkah konkret dalam waktu dekat, LIDIK KRIMSUS RI akan melaporkan kasus ini langsung ke Bareskrim Mabes Polri.
Mereka juga akan menggandeng Indonesia Police Watch (IPW) untuk memperluas pengawasan terhadap proses penegakan hukum.
“Jangan sampai masyarakat kehilangan kepercayaan karena penegakan hukum tidak menyentuh aktor-aktor utamanya. Kasus ini harus dibongkar sampai ke akarnya,” pungkas Rodhi.
LIDIK KRIMSUS RI mendesak agar proses hukum dijalankan secara transparan, independen, dan tanpa kompromi serta tidak pandang bulu terhadap pihak mana pun. Mereka berharap kasus ini dapat diusut tuntas untuk melindungi konsumen, menjaga kepercayaan terhadap BUMN, dan menegakkan hukum di Indonesia.(Red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar